Sebagaimana diketahui bahwa teknologi semakin berkembang. Kegiatan transaksi perdagangan atau ekonomi tidak hanya dilakukan secara bertatap muka, tetapi dapat dilakukan secara online atau biasa disebut e-commerce. Menurut OECD (2014), e-commerce merupakan metode transaksi elektronis yang berfungsi sebagai fasilitator transaksi perdagangan barang dan jasa baik yang dilakukan melalui cara konvensional (adanya fisik barang dan jasa serta metode pengiriman fisik) maupun transaksi barang dan jasa yang sepenuhnya dilakukan secara elektronik. Dengan adanya e-commerce sehingga muncul istilah pajak ekonomi digital. Pajak ekonomi digital merupakan pajak yang dikenakan atas transaksi yang dilakukan melalui daring internet atau biasa disebut dengan e-commerce. Dalam media keuangan bulan Maret 2018, jenis pajak ekonomi digital atau pajak atas transaksi e-commerce dibagi menjadi dua, yaitu:
- Pajak Pertambahan Nilai
- Pajak Penghasilan
Jika melihat kondisi pajak ekonomi digital di beberapa negara, terdapat beberapa negara yang sudah menetapkan ketentuan pajak ekonomi digital. Misalnya, di Jepang pengawasan kepatuhan pajak terhadap e-commerce otoritas perpajakan membuat suatu satuan khusus yang disebut dengan Professional Team for Ecommerce Taxation (PROTECT), India menerapkan Equalization Levy Rules (EQL), Uni Eropa memperkenalkan skema khusus bernama Mini One Stop Shop (MOSS) dan lain-lain. Di Indonesia pada akhir tahun 2018 dunia perpajakan di Indonesia dihebohkan dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan terkait kebijakan pajak ekonomi digital yaitu kejelasan ketentuan tentang pajak bagi pelaku e-commerce. Namun dengan berbagai pertimbangan, peraturan tersebut dicabut sebelum peraturan terkait pajak ekonomi digital diberlakukan di Indonesia.
Hingga saat ini pemerintah Indonesia baru mengatur pajak ekonomi digital berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) saja. Sebagaimana diketahui bahwa pajak penghasilan dapat menimbulkan pajak berganda, sehingga perlu adanya kesepakatan terkait pajak penghasilan atas transaksi digital dengan negara-negara lain. Sedangkan PPN menganut prinsip Destination Principle, dimana pajak dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) maupun BKP Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan di dalam negeri atau di Indonesia sehingga tidak akan terjadi pengenaan pajak berganda.
(Baca juga: Netflix dan Sejenisnya Kena Pajak Digital?)
Saat ini pemerintah mengeluarkan ketentuan terkait pajak ekonomi digital diatur dalam peraturan perpajakan yang mulai berlaku 1 Juli 2020 kemudian penunjukan sebagai pemungutan pajak digital mulai dilakukan awal bulan Agustus. Peraturan perpajakan tersebut yaitu Peraturan menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan dan Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (BKPTB) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Sistem Elektronik. PMK tersebut merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintan Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Oleh karena itu, dengan berlakunya peraturan terkait pajak ekonomi digital, pemungutan pajak kepada pengguna produk digital juga mulai berlaku tanggal 1 Juli 2020.
Setelah mengetahui ketentuan pajak ekonomi digital, kelola pajak Anda menggunakan pajak.io yang merupakan mitra resmi Ditjen Pajak RI.
(Baca juga: Keadaan Pajak Perdagangan Internasional Saat Pandemi)