Saat ini, bisnis yang bergerak pada Food and Beverages (F&B) atau makanan dan minuman, paling banyak diminati oleh banyak orang di Indonesia. Salah satunya yaitu maraknya bisnis usaha warung kopi modern atau kedai kopi kekinian. Siapa yang tidak tahu kedai kopi kekinian yang sedang marak dikalangan masyarakat, misalnya Starbucks, Fore Coffee, Kopi Kenangan, Janji Jiwa dan sebagainya. Sekedar informasi bahwa kedai kopi kekinian merupakan solusi tempat yang sangat pas untuk dikunjungi oleh mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas kuliah ataupun tempat karyawan yang bekerja dengan santai, bahkan sangat cocok dijadikan tempat nongkrong dengan teman-teman. Jika Anda tertarik membuka kedai kopi kekinian, maka pastikan Anda melek pajak dan mengurus semua administrasi dan kewajiban perpajakannya! Lalu, bagaimana aspek pajak dan cara menghitung pajak kedai kopi? Simak uraian berikut!
Aspek Pajak Kedai Kopi Kekinian dan Cara Menghitungnya
Pertama, harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pendaftaran NPWP harus dilakukan paling lama 1 bulan setelah kegiatan usaha kedai kopi kekinian mulai dilakukan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 4, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri paling lama 1 bulan setelah kegiatan usaha atau pekerjaan bebas mulai dilakukan. Namun jika usaha kedai berbentuk badan, maka wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 bulan setelah saat pendirian.Oleh karena itu, setelah memiliki NPWP pengusaha kedai kopi kekinian memiliki kewajiban untuk menghitung, menyetor dan melapor pajak kedai kopi kekinian berupa Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Tahunan. Pelaporan pajak kedai kopi kekinian yang dimiliki oleh orang pribadi tersebut dilakukan paling lama 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Dimana pada umumnya jatuh pada setiap bulan Maret. Adapun jika terlambat dilaporkan, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga atas kekurangan bayar pajak dan denda Rp 100.000 atas keterlambatan. Namun jika pajak tersebut tidak juga dilaporkan, maka Wajib Pajak tersebut dapat dikenakan sanksi pidana. Namun jika kedai kopi kekinian tersebut dimiliki oleh suatu badan, maka pelaporan SPT PPh Tahunannya dilakukan paling lama 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Dimana pada umumnya jatuh pada setiap bulan April. Adapun jika terlambat dilaporkan, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga atas kekurangan bayar pajak dan denda Rp 1.000.000 atas keterlambatan.
Kedua, membayar pajak UMKM setiap bulan atau menyampaikan penggunaan NPPN. Dalam hal ini jika pemilik kedai merupakan Orang Pribadi yang memiliki omzet dalam 1 tahun kurang dari Rp 4.800.000.000, maka dalam perhitungan pajaknya dapat memilih salah satu dari pilihan berikut sebagai dasar pengenaannya:
- Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) untuk menentukan penghasilan neto menggunakan persentase tertentu yang diatur oleh pemerintah sebagai dasar pengenaan pajak setelah itu dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), atau
- Pajak kedai kopi kekinian bersifat final yang dasar pengenaannya yaitu omzet perbulan dan tidak memperhatikan apakah usaha kedai kopi kekinian tersebut rugi atau untung. PPh Final ini diperuntukan bagi UMKM yang harus dibayar setiap bulan.
Namun, bagi usaha kedai kopi kekinian berupa Wajib Pajak Badan tidak dapat menggunakan NPPN. Namun Wajib Pajak Badan dalam menghitung pajak kedai kopi kekinian berupa PPh, dapat memilih antara:
- Pajak kedai kopi kekinian bersifat final yang dasar pengenaannya yaitu omzet dan tidak memperhatikan apakah usaha kedai kopi kekinian tersebut rugi atau untung. PPh Final ini diperuntukan bagi UMKM yang harus dibayar setiap bulan.
- Tarif pajak kedai kopi kekinian berupa PPh Badan normal (25%) namun terdapat potongan sebesar 50% → Tarif efektif 12.5%
(Baca juga: Ketentuan Norma Penghitungan Penghasilan Neto)
Ketiga, dikarenakan bisnis kedai kopi kekinian bergerak di bidang makanan dan minuman, maka dikenakan pajak daerah berupa pajak restoran. Pajak kedai kopi kekinian berupa pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Dahulu, pajak restoran dikenal dengan Pajak Pembangunan Satu (PB1) yang dibebankan kepada pembeli. Pajak kedai kopi kekinian berupa pajak restoran merupakan pajak daerah yang penerimaan pajaknya diatur oleh pemerintah daerah. Adapun pelayanan yang disediakan Restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Namun untuk lebih lanjutnya, tarif pajak restoran ditetapkan dengan peraturan daerah. Cara menghitung pajak restoran yaitu:
- Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran.
- Besaran pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
Kemudian, biasanya sebelum dikenakan pajak kedai kopi kekinian berupa pajak restoran terdapat service charge atau biaya pelayanan dengan rata-rata pengenaannya yaitu 5%. Pengenaan biaya layanan disesuaikan lagi dengan kebijakan restoran karena ada pula restoran yang tidak mengenakan service charge.
Contoh:
Tuan A membeli kopi di kedai kopi X dengan harga Rp 46.000 dan cemilan berupa roti Rp 35.000. Pajak kedai kopi kekinian berupa pajak restoran yang harus dibebankan kepada pembeli!
Total pembelian Rp 81.000
Service charge (5%) = Rp 81.000 x 5% = Rp 4.050
PB1 (10%) = (Rp 81.000 + Rp 4.050) x 10% = Rp 8.505
Keempat, jangan lupa bayar pajak kedai kopi kekinian atas franchise. Dalam hal ini, jika pengusaha kedai kopi kekinian menggunakan franchise. Usaha waralaba atau biasa dikenal dengan franchise adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan Perjanjian Waralaba, Maka atas franchise tersebut dikenakan PPh Pasal 23 jika royalti atas pemanfaatan HKI yang berasal dari dalam negeri, dimana transaksi tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak Badan. Tarif PPh Pasal 23 yang dikenakan yaitu 15% dari penghasilan bruto. Namun dikenakan PPh Pasal 26 atas royalti jika pemanfaatan HKI berasal dari luar negeri. Royalti yang merupakan objek pajak PPh Pasal 26 selain merek atau franchise fee, dapat juga berupa penggunaan peralatan yang bersifat royalti. Objek PPh Pasal 26 lainnya dapat berupa penggunaan peralatan yang tergolong penghasilan dari usaha dan penjualan peralatan. Tarif PPh Pasal 26 yang dikenakan yaitu 20% atau tarif yang diatur dalam tax treaty. Tax treaty atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, merupakan perjanjian pajak antara dua negara yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh penduduk salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan, dimana pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda. Jika negara lawan transaksi memiliki tax treaty, atas royalti tidak berlaku ketentuan time test untuk menentukan hak pemajakan.
Contoh:
PT X merupakan Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto setahun Rp 5 Miliar dan Penghasilan Kena Pajak Rp 2,5 Miliar pada tahun pajak 2019. Kemudian memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean yang tidak memiliki tax treaty berupa merek dagang yaitu Star Coffee dengan kesepakatan franchise fee sebesar 10% dari peredaran bruto yang dibayar pada Masa Pajak Desember. Selain itu pada bulan desember, PT X juga menyewa mesin dari BUT Y untuk keperluan keberlangsungan usaha sebesar Rp 50 Juta. Hitung pajak perusahaan franchise yang terutang dan harus dibayar!
Jawab
Sebagaimana diketahui bahwa PT X merupakan Wajib Pajak Badan sehingga memiliki kewajiban untuk menghitung, membayar dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Tahunan Badan paling lama 4 bulan setelah tahun pajak berakhir. Dalam hal ini PT X menggunakan tahun buku sama seperti tahun kalender. Oleh karena itu PT X wajib melaporkan SPT PPh Tahunan Badan paling lama bulan April. Dengan perhitungan pajak perusahaan franchise berupa PPh Badan yang terutang dan harus dibayar yaitu:
= 25% x Rp 2,5 Miliar = Rp 625 Juta
Kemudian, atas transaksi sewa alat kopi kepada BUT Y terutang pajak perusahaan franchise berupa PPh Pasal 23. PT X selaku pihak yang memberi penghasilan memiliki kewajiban untuk memotong PPh 23 yang terutang oleh BUT Y. Sebagai pihak pemotong, PT X wajib menghitung, membayar dan melaporkan PPh Pasal 23 Masa Desember. Pajak perusahaan franchise atas PPh Pasal 23 yang terutang yaitu sebesar:
= 2% x Rp 50 juta= Rp 1 Juta
Selanjutnya, atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean dikenakan pajak perusahaan franchise berupa PPh Pasal 26 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPh 26 terutang wajib dipotong dan dilaporkan oleh PT X pada SPT PPh 23/26 yaitu sebesar:
= 20% x (10%xRp 5 Miliar) = Rp 100 Juta
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang wajib dihitung, pungut dan setor oleh PT X pada SPT PPN Masa Desember sebagai pajak masukan yang dapat dikreditkan. Pajak perusahaan franchise berupa PPN tersebut sebesar:
= 10% x (10% x Rp 5 Miliar) = Rp 50 Juta
Perlu diketahui bagi pengusaha F&B, atas penyerahan makanan dan minuman tidak dikenakan PPN karena bukan merupakan objek PPN. Mengapa Demikian?
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN), terdapat jenis barang yang tidak dikenai PPN yaitu barang tertentu dalam kelompok barang berupa makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering. Oleh karena itu, atas penyerahan makanan dan minuman yang dilakukan tersebut tidak dikenakan pajak pengusaha F&B yang dibebankan kepada pembeli berupa PPN. Namun seringkali masyarakat mengira bahwa atas pembelian makanan dan minuman di restoran atau rumah makan dikenakan PPN karena pajak pengusaha F&B yang dibebankan kepada pembeli dikenakan tarif yang sama dengan PPN yaitu 10%.
(Baca juga artikel Mengenal Pajak Perusahaan Perseorangan)
Kini pajak.io memiliki chatbot yang berfungsi sebagai solusi urus pajak tanpa ribet. Dengan klik link Bee-jak, Anda akan dihubungkan dengan robot konsultan pajak via whatsapp +62 881-0819-20920 yang dapat membantu Anda menghitung pajak UMKM yang terutang dilengkapi dengan ID Billing. Tanpa ribet harus membuat ID Billing secara manual, karena chatbot beejak akan membantu Anda. Tidak hanya itu, chatbot juga akan merekomendasikan link pembayaran pajak. Coba sekarang juga, GRATIS!
(Baca juga: Pajak.io Luncurkan Chatbot “Bee-Jak”, Mudahkan UKM Lapor dan Bayar Pajak)