Ketentuan Seputar PPN Pemakaian Sendiri

Apabila membahas mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tentu tidak akan lepas dari bahasan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Nah, salah satu definisi dari penyerahan BKP adalah pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP. Kemudian untuk JKP, asalkan jasa tersebut tidak termasuk sebagai jasa yang dikecualikan dari PPN, maka akan menjadi pengertian penyerahan JKP. Pajak.io ingin membahas lebih lanjut mengenai ketentuan PPN pemakaian sendiri.

Definisi PPN Pemakaian Sendiri

PPN pemakaian sendiri ini disebutkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada Pasal 1A ayat 1 huruf d “yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP.” Kemudian, pada UU yang sama pada Pasal 4A mengenai JKP yang tidak dikenakan PPN tidak ada pengaturan khusus mengenai jasa terkait pemakaian sendiri. Namun, dapat dikatakan bahwa asalkan jasa yang digunakan sendiri tidak dikecualikan dari objek PPN, maka akan dikenakan PPN.

Berdasarkan penjelasan Pasal 1A ayat 1 huruf d pada UU Nomor 42 Tahun 2009 bahwa pemakaian sendiri adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa jenis PPN ini dikenakan atas BKP maupun JKP untuk kepentingan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjadi produsen.

Contoh pemakaian sendiri adalah, ketika perusahaan penjual pelumas kendaraan menggunakan produk yang dijual sendiri untuk kendaraan operasionalnya. 

Karakteristik PPN Pemakaian Sendiri

PPN pemakaian sendiri memiliki sifat pemakaian sendiri untuk tujuan produktif dan sifat pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif. Berikut penjelasannya.

  • Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif: pemakaian BKP atau JKP yang berkaitan dengan kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Hubungan langsung yang dimaksud adalah dalam cakupan produksi, distribusi maupun pemasaran. Contohnya, produsen mobil menggunakan mobil buatannya untuk mengangkut barang usaha ke pabrik.
  • Pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif: pemakaian BKP atau JKP yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha. Contohnya, produsen air minum menggunakan produknya untuk menjamu tamu perusahaan. 

Kedua karakteristik ini baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif, sama-sama terutang PPN walaupun digunakan sendiri.

Bagaimana Ketentuan Setor PPN Pemakaian Sendiri?

PPN yang terutang atas pemakaian sendiri ini tidak perlu disetor oleh PKP karena pada prinsipnya PPN yang disetor tersebut akan menjadi Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan. 

Contohnya, pabrik truk yang menggunakan mobil produksinya untuk mengangkut barang produksi. Jika harga mobil senilai Rp 100 juta plus laba kotor 10%, secara normatif penggunaan truk tersebut tetap terutang 10% x (harga jual – harga kotor). Bagi PKP, PPN yang terutang tersebut menjadi PK sekaligus PM. Nah, pajak masukan tersebut bisa dikreditkan di Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.

Maka, demi kemudahan administrasi, berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, perusahaan tidak diharuskan menyetorkan PPN terutang serta tidak diharuskan menerbitkan faktur pajak untuk kegiatan tersebut.

Namun, lain halnya apabila perusahaan truk tersebut memiliki usaha jasa ekspedisi. Apabila dalam usaha ekspedisi tersebut menggunakan produk mobil buatan perusahaan, maka kegiatan tersebut masuk PPN terutang. Atas transaksi tersebut juga harus dibuat faktur pajak. PPN yang disetor tersebut menjadi PK dan PM, tetapi PM tidak dapat dikreditkan.

Ketentuan Faktur Pajak PPN Pemakaian Sendiri

BKP atau JKP yang terkait PPN pemakaian sendiri, maka PKP wajib menerbitkan faktur pajak. Dengan ketentuan nama penjual dan pembeli BKP atau JKP yang harus dicantumkan dalam kolom identitas adalah nama perusahaan yang sama.

Kemudian, pada kode transaksi faktur nantinya akan menggunakan, dua digit kode transaksi pada faktur pajaknya menggunakan kode 04. Lalu, untuk Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010, yakni senilai harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.

Apabila penggunaan BKP atau JKP memang tidak berhubungan dengan proses produksi, maka faktur pajak atas PPN pemakaian sendiri dilaporkan dalam formulir lampiran SPT Masa PPN, yakni formulir 1111-A2 sebagai PK dan formulir 1111-B3 sebagai PM yang tidak dapat dikreditkan.

(Baca juga: Apa Arti di Balik Nomor Seri Faktur Pajak?)

Lapor semua jenis pajak Anda menggunakan e-Filling pajak.io yang dapat digunakan gratis selamanya!

Lapor pajak dengan Pajak.io sekarang, gratis!

Daftar sekarang