Berikut Aspek Pajak Dalam Bisnis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bisnis yaitu usaha komersial dalam dunia perdagangan. Menurut Bukhori Alma (1993), bisnis adalah sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi, konstruksi, distribusi, transportasi, komunikasi, usaha jasa dan pemerintah, yang bergerak dalam bidang membuat dan memasarkan barang dan jasa kepada konsumen. Kemudian, menurut Louis E. Boone (2007), bisnis (bussines) terdiri dari seluruh aktivitas dan usaha untuk mencari keuntungan dengan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan bagi sistem perekonomian, beberapa bisnis memproduksi barang berwujud sedangkan yang lain memberikan jasa. Namun jika dilihat dari omzet, terdapat 4 jenis usaha di Indonesia di antaranya yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar. Aspek pajak dalam bisnis yang dilakukan oleh suatu perusahaan baik itu Orang Pribadi maupun Badan dapat dikenakan pajak pusat berupa Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Jenis Usaha Bisnis di Indonesia

  1. Usaha Mikro

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang UMKM. Kriteria Usaha Mikro adalah:

  • Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  • Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000.
  1. Usaha Kecil

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung 

maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang UMKM. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: 

  • Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  • Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000 sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000.
  1. Usaha Menengah

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam 

Undang- Undang tentang UMKM. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: 

  • Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  • Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000.
  1. Usaha Besar

Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: 

  • Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  • Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000.

Aspek Pajak dalam Bisnis

Aspek pajak dalam bisnis yang pertama, mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP). Sebagai suatu badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif diwajibkan mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Setelah mendapatkan NPWP, maka Wajib Pajak pelaku bisnis wajib menyetorkan dan melaporkan SPT PPh Tahunan dan SPT Bulanan.

(Baca juga: Perbedaan SPT Tahunan dan SPT Bulanan)

Aspek pajak dalam bisnis yang kedua, menganalisis jenis bisnis yang dilakukan berdasarkan pajak. Wajib Pajak pelaku bisnis harus mengetahui kegiatan bisnis yang dilakukan apakah atas penghasilan yang didapatkan merupakan objek pajak yang bersifat final atau bukan? Sebagai contoh yaitu bisnis konstruksi yang pengenaan pajaknya dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final khusus jasa konstruksi.

Aspek pajak dalam bisnis yang ketiga, menghitung menyetor dan melaporkan pajak bulanan dan tahunan. Kewajiban pajak bulanan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak pelaku bisnis dapat berupa:

  • Membayar dan melapor Surat Pemberitahuan (SPT) PPh 25 atas angsuran pajak
  • SPT PPh 4 ayat 2 atas penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final
  • SPT PPh 21 atas pemotongan pajak pada penghasilan yang diterima oleh pegawai maupun bukan pegawai
  • SPT PPh 22 sebagai pemungut apabila diwajibkan untuk memungut PPh 22
  • PPh 23 atas pemotongan pajak pada penghasilan berupa bunga, royalti, hadiah, dividen, sewa dan jasa.

Kemudian, setiap tahunnya Wajib Pajak harus melaporkan SPT PPh Tahunan. Jika pelaku bisnis merupakan Orang Pribadi, maka pelaporan pajak dilakukan paling lama 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Namun jika pelaku bisnis merupakan suatu Badan, maka pelaporan pajak dilakukan paling lama 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. 

(Baca juga: Cara Lapor SPT Bulanan Perusahaan)

Aspek pajak dalam bisnis yang keempat, perhatikan jumlah penghasilan bruto untuk menentukan kewajiban pemungutan PPN. Pelaku bisnis juga harus memperhatikan jumlah penghasilan bruto yang didapatkan apakah termasuk usaha mikro, kecil, menengah atau besar? Karena untuk menentukan aspek pelaku bisnis, jika pelaku bisnis memiliki peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar maka perusahaan tersebut wajib dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang kemudian memiliki kewajiban untuk memungut, menghitung dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang. Namun apabila penghasilan bruto Wajib Pajak pelaku bisnis kurang dari atau sama dengan Rp 4,8 miliar, maka Wajib Pajak tersebut dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Wajib Pajak. Dalam hal ini pelaku bisnis juga harus memperhatikan apakah bisnis yang dilakukan merupakan bukan objek PPN? Apabila bisnis yang dilakukan merupakan bukan objek PPN masa pelaku bisnis tersebut tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP. Contoh: jasa katering, jasa asuransi, makanan di restoran.

Laporkan pajak perusahaan Anda dengan mudah melalui aplikasi terintegrasi pajak.io, membuat perkerjaan Anda lebih efisien dan dapat digunakan secara gratis selamanya.

Lapor pajak dengan Pajak.io sekarang, gratis!

Daftar sekarang