Bagaimana Cara Menghitung dasar Pengenaan Pajak (DPP)?

Dalam setiap perhitungan pajak, pasti terdapat Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dikali tarif pajak sehingga diketahui jumlah pajak yang terutang. Namun, Dasar Pengenaan Pajak setiap jenis pajak sangat berbeda-beda. Simak uraian berikut untuk mengetahui lebih dalam terkait Dasar Pengenaan Pajak!

Menghitung Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Adapun yang dimaksud dengan istilah Dasar Pengenaan Pajak tersebut yaitu:

  • Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 

Contoh:

PKP A menjual sepatu yang merupakan Barang Kena Pajak dengan harga jual yaitu Rp 500.000 jadi Dasar Pengenaan Pajaknya yaitu Rp 500.000. Sehingga PPN terutang yaitu Rp 500.000 x 10% = Rp 50.000.

  • Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak, atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 

Contoh: 

PKP B merupakan konsultan yang menyediakan jasa konsultasi, setiap satu kali konsultasi dikenakan biaya penggantian sebesar Rp 1.000.000, maka Dasar Pengenaan Pajaknya yaitu Rp 1.000.000 sehingga PPN terutang yaitu Rp 1.000.000 x 10% = Rp 100.000.

  • Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut UU PPN. 

Contoh: 

PKP A merupakan industri sepatu, dimana bahan bahan yang digunakan merupakan bahan impor dari Singapura. Dalam satu kali produksi, pembelian bahan (cost) Rp 500.000.000, biaya asuransi (insurance) 2%, ongkos kirim (freight) 5% dan bea masuk 20%. Oleh karena itu, Dasar Pengenaan Pajaknya yaitu nilai impor yang diperoleh dari hasil penjumlahan antara cost, insurance, freight dan bea masuk. Maka diperoleh nilai impor sebesar:

= cost + insurance + freight + bea masuk 

= Rp 500.000.000 + Rp 500.000.000 (2%) + Rp 500.000.000 (5%) + (20% x CIF)

=Rp 535.000.000 + (20% x Rp 535.000.000) 

= Rp 535.000.000 + Rp 107.000.000 

= Rp 642.000.000

PPN terutang = 10% x Rp 642.000.000 = Rp 64.200.000

  • Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. 

Contoh: 

PKP A selain melakukan impor bahan, juga melakukan ekspor sepatu hasil produksinya ke malaysia. Pada Masa Oktober melakukan ekspor sepatu dengan nilai ekspor sebesar Rp 300.000.000. Maka Dasar Pengenaan Pajaknya yaitu Rp 300.000.000.

  • Nilai lain diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor sukar ditetapkan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, seperti air minum dan listrik. Jenis nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak yaitu:
    • Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor, guna menghitung Dasar Pengenaan Pajak  atas:
      • Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
      • Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

Contoh:

PT X merupakan industri sepatu, pada bulan Juni membagikan sepatu secara cuma-cuma kepada karyawannya sebagai hadiah lebaran sebanyak 25 sepatu dengan harga jual total Rp 6 juta (margin laba 20%). 

Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai:

= Harga jual – laba kotor

= (100 : 120) x Rp 6 juta = Rp 5 juta

PPN Terutang:

= Dasar Pengenaan Pajak x tarif

= Rp 5 juta x 10% = Rp 500 ribu

  • Perkiraan hasil rata-rata per judul film, untuk penyerahan film cerita.
  • Harga jual eceran, untuk penyerahan produk hasil tembakau.
  • Harga pasar wajar, untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.

Contoh:

PKP A mempunyai 2 gudang untuk penyimpanan barang, dikarenakan satu gedung lagi sudah tidak dipakai kemudian PKP A menjual gudang tersebut yang semula harga perolehannya Rp 500.000.000 namun dijual dengan mengikuti harga pasar wajar yaitu Rp 750.000.000. Maka Dasar Pengenaan Pajak nya yaitu Rp 750.000.000.

  • Harga pokok penjualan atau harga perolehan, untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang.
  • Harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli, untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara.
  • Harga lelang, untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang.
  • Dasar Pengenaan Pajak 10% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih, untuk:
    • Penyerahan jasa pengiriman paket.
    • Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan.
    • Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges).

Contoh:

PT Y merupakan perusahaan yang bergerak di bidang ekspedisi atau jasa pengiriman paket. Jumlah yang ditagih atas penyerahan jasa yang telah dilakukan dalam satu transaksi yaitu Rp 8 juta. 

Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai:

= 10% x jumlah seharusnya ditagih

= 10% x Rp 8 juta

= Rp 800 ribu

PPN Terutang:

= Dasar Pengenaan Pajak x tarif

= Rp 800 ribu x 10% = Rp 80 ribu

(Baca juga: Bagaimana Cara Menghitung PPN Kurang Bayar?)

Menghitung Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan

  1. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Tahunan

Dasar Pengenaan Pajak dalam perhitungan Pajak Penghasilan Tahunan dinamakan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Dimana PKP diartikan sebagai dasar dikenakannya tarif pajak penghasilan (PPh) Tahunan Pasal 17 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan. Namun dalam menghitung PKP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak sangat berbeda.

  • Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu didapatkan dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). PTKP merupakan batasan dikenakannya pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Dimana salah satu syarat Orang Pribadi diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yaitu apabila penghasilannya telah melebihi PTKP. Besarnya PTKP diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.

  • Rp54.000.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
  • Rp4.500.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
  • Rp54.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
  • Rp4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Contoh:

Tuan A sudah menikah dan mempunyai 3 anak (K/3) memiliki penghasilan Rp 20.000.000/per perbulan. Maka Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar dikenakan tarif PPh Tahunan Orang Pribadi yaitu:

Penghasilan bruto dalam setahun yaitu Rp 20.000.000 x 12 = Rp 240.000.000

PTKP (K/3) yaitu Rp 54.000.000 + Rp 4.500.000 + (3 × Rp 4.500.000) = Rp 72.000.000

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto – PTKP

Penghasilan Kena Pajak = Rp 240.000.000 – Rp 72.000.000 = Rp 168.000.000

  • Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak

Sedangkan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan, diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh yang menyebutkan bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Jadi, untuk menemukan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan ada istilah biaya yang dapat dibebankan sebagai biaya (deductible) dan biaya yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya (non-deductible). Biaya yang dapat dibebankan sebagai biaya (deductible) menurut pajak diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang PPh. Sedangkan biaya yang tidak dapat dibebankan menurut pajak diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang PPh. Sebelum menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Badan biasanya terdapat perhitungan Laporan Laba Rugi menurut komersial. Sebagaimana diketahui dalam sebuah Laporan Laba Rugi terdapat perhitungan penghasilan bruto dikurangi biaya biaya untuk menemukan laba. Namun apabila ditinjau menurut kacamata pajak, terdapat beberapa biaya yang dibebankan menurut komersial tapi menurut pajak tidak boleh dibebankan. Oleh karena itu, untuk menemukan Penghasilan Kena Pajak pada Wajib Pajak Badan harus melakukan rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal terlebih dahulu.

  1. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2

Penghasilan bruto merupakan Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 atas penghasilan yang diperoleh bersifat final.

(Baca juga: Penghasilan Apa Saja yang Dikenakan PPh Final?)

  1. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 15

Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 15 dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

  • Peredaran bruto atas penghasilan dari perusahaan pelayaran dalam negeri, perusahaan penerbangan dalam negeri (atas charter) dan perusahaan pelayaran & penerbangan Luar Negeri yang mempunyai BUT di Indonesia
  • Nilai ekspor bruto atas penghasilan dari Wajib Pajak Luar Negeri yang yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia
  • Jumlah bruto dari nilai tertinggi antara Nilai Pasar dengan NJOP PBB atas penghasilan dari Built-Operate-Transfer
  1. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21

Sebagaimana diatur dalam Pasal Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 16/PJ/2016 Pasal 9 menyebutkan bahwa Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21, yaitu:

  • Penghasilan Kena Pajak atas perhitungan:
    • Pegawai tetap
    • Penerima pensiun berkala
    • Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000
    • Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan
  • Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 450.000 sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000
  • 50% dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan
  • Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan lainnya
  1. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22

Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 sangat beragam tergantung jenis transaksinya. Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan diantaranya yaitu:

  • Nilai impor atas Impor Objek PPh Pasal 22
  • Nilai ekspor sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang atas Ekspor Objek PPh Pasal 22 berupa ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam
  • Harga jual lelang atas Barang impor yang tidak dikuasai dalam penjualan lelang
  • Nilai penjualan tidak termasuk PPN atas penjualan BBM, gas dan pelumas
  • Dasar Pengenaan PPN (jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain) atas penjualan hasil produksi kepada distributor dalam negeri berupa semen, kertas, baja, Kendaraan bermotor roda dua atau lebih (tidak termasuk alat berat), obat (farmasi), penjualan kendaraan bermotor oleh ATPM, APM & importir umum
  • Harga pembelian tidak termasuk PPN atas:
    • Pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah KPA, baik di pusat maupun di daerah
    • Pembelian barang oleh BUMN & badan usaha tertentu yang dimiliki oleh BUMN
    • Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha yang bergerak dalam setor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
  • Harga pembelian atas pembelian batubara, mineral logam, mineral bukan logam
  • Harga jual emas batangan penjualan emas batangan di dalam negeri
  • Harga penjualan atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah
  1. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23

Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 yaitu penghasilan bruto atas dividen, bunga, royalti, hadiah, sewa dan jasa.

  1. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25

Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 yaitu Pajak Penghasilan Tahunan yang terutang pada tahun sebelumnya atau menggunakan perhitungan tersendiri. Misalnya pada tahun 2019, PPh Tahunan terutang yaitu sebesar Rp 120.000.000 maka Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 yaitu Rp 120.000.000. Sehingga PPh Pasal 25 terutang yaitu Rp 120.000.000 dibagi 12 bulan yaitu Rp 10.000.000.

  1. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26

Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 terdapat 3 jenis, yaitu:

  • Penghasilan bruto atas penghasilan yang diperoleh oleh Subjek Pajak Luar Negeri berupa:
    • Dividen
    • Bunga termasuk premium, diskonto dan Imbalan karena jaminan pengembalian utang
    • Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
    • Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa & kegiatan
    • Hadiah & penghargaan
    • Pensiun & pembayaran berkala lainnya
    • Premi swap & transaksi lindung nilai lainnya
    • Keuntungan karena pembebasan utang
  • Perkiraan Penghasilan Neto, atas penghasilan yang diperoleh oleh Subjek Pajak Luar Negeri berupa:
    • Penjualan/pengalihan harta di Indonesia (kecuali yang dikenakan pajak final)
    • Premi Asuransi yang dibayarkan ke perusahaan asuransi di Luar Negeri
    • Penjualan/pengalihan saham perusahaan
  • Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak, atas penghasilan yang diperoleh oleh Subjek Pajak Luar Negeri berupa laba BUT, kecuali jika seluruh penghasilan (Penghasilan Kena Pajak – PPh Tahunan) ditanamkan kembali di Indonesia

Kelola semua kebutuhan pajak Anda dengan aplikasi gratis pajak.io agar menjadi lebih mudah dan cepat. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengurus pajak lebih dari satu perusahaan tanpa ganti akun dengan fitur multi-perusahaan dan multi-pengguna untuk mengelola pajak bersama agar lebih produktif dan efisien. 

(Baca juga: Cara Lapor SPT Masa di Pajak.io)

Lapor pajak dengan Pajak.io sekarang, gratis!

Daftar sekarang